KARAWANG | DETIKKARAWANG.COM | Sungai Citarum kembali tercemar. Kali ini, publik dihebohkan oleh video viral yang memperlihatkan aliran limbah berwarna biru pekat diduga berasal dari PT Pindo Deli 1, Karawang Jawa Barat, yang mengalir langsung ke sungai Citarum, Sabtu (21/6/2025).
Menanggapi kejadian itu, aktivis pemerhati lingkungan Kabupaten Karawang, Yudi Wibiksana, menyatakan kekecewaannya terhadap perusahaan dan pemerintah. Ia menyebut insiden pencemaran seperti ini bukan yang pertama dilakukan oleh PT Pindo Deli 1.
“Kejadian seperti ini bukan kali pertama dilakukan oleh perusahaan ini. Komitmen pemerintah dalam menjaga lingkungan hidup dan penegakan aturan lingkungan hidup kembali diuji oleh perusahaan kertas ini,”ujar Yudi.
Ia menegaskan bahwa masyarakat sudah jenuh dengan sikap pemerintah yang terkesan lembek terhadap pelaku pencemaran lingkungan. Menurutnya, saat ini bukan lagi waktunya bicara komitmen, tetapi harus ada langkah nyata dan tegas dari semua tingkatan institusi lingkungan hidup.
“Kami sebagai masyarakat sebenarnya mengharapkan ketegasan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten, Provinsi, dan Kementerian Lingkungan Hidup melakukan langkah tegas atas perbuatan yang dilakukan secara sengaja oleh perusahaan ini sehingga menyebabkan air Citarum berubah warna penuh dengan kandungan kimia,” ucap Yudi.
Ia menegaskan, masyarakat tidak butuh janji atau slogan, melainkan penegakan hukum yang nyata sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang sudah dibuat negara.
“Kami hanya ingin bukti ketegasan itu dengan menerapkan aturan yang sudah mereka buat, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH),” tegasnya.
Yudi bahkan secara spesifik mengutip pasal dalam undang-undang tersebut, sebagai bentuk dorongan kepada aparat agar tidak ragu menindak pelanggaran lingkungan.
“Pasal 60 UU PPLH secara khusus melarang setiap orang melakukan dumping (pembuangan) limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah),” tegasnya lagi.
Menurut Yudi, jika aturan ini tidak ditegakkan secara adil, maka masyarakat pantas mempertanyakan keberpihakan negara terhadap perlindungan sumber daya alam.
“Kami hanya ingin melihat itu, dan jika tidak mampu, berarti memang Indonesia itu tidak melindungi tanah dan air Nusantara,”tandas Yudi.
“Warga dan pemerhati lingkungan menanti langkah konkret dari pemerintah agar kasus serupa tidak terus berulang,”pungkasnya. (Hd)