KARAWANG | DETIKKARAWANG.COM | Penetapan mantan Pjs Direktur Utama PD Petrogas Karawang, GBR, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp7,1 miliar terus menuai sorotan. Kali ini, kritik datang dari kalangan praktisi hukum yang menilai adanya potensi pelanggaran prosedur dalam proses penyidikan.
Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Karawang, Asep Agustian, mempertanyakan keabsahan proses hukum yang menjerat GBR. Ia menyoroti kemungkinan bahwa tersangka tidak didampingi kuasa hukum saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang.
“Kalau benar GBR diperiksa tanpa kuasa hukum, maka proses pemeriksaan dan penetapannya sebagai tersangka tidak sah. Pasal 54 KUHAP dengan jelas menyebutkan bahwa tersangka berhak mendapatkan pendampingan hukum di setiap tingkat pemeriksaan,” tegas Asep, yang akrab disapa Askun, Kamis (19/6/2025).
Askun menambahkan, dalam kasus yang ancaman pidananya di atas lima tahun seperti ini, Kejaksaan berkewajiban menunjuk penasihat hukum apabila tersangka tidak memiliki pengacara pribadi. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 56 KUHAP.
“Jika tersangka tidak mampu menunjuk pengacara sendiri, maka aparat penegak hukum wajib menunjuk satu untuk mendampinginya. Ini bukan pilihan, tapi kewajiban,” ujarnya.
Meski GBR sempat menyatakan siap menghadapi proses hukum tanpa kuasa hukum, Askun menilai hal itu tidak membebaskan tanggung jawab pihak kejaksaan untuk tetap menyediakan pendampingan hukum, terutama jika proses penahanan sudah dilakukan.
“Saya tidak punya urusan pribadi dengan GBR, tapi sebagai advokat saya punya tanggung jawab moral. Saya heran membaca pemberitaan yang menunjukkan seperti tidak ada pendampingan hukum sama sekali,” lanjutnya.
Tak hanya menyentil Kejaksaan, Askun juga menyoroti dugaan lemahnya pengawasan internal di PD Petrogas dan mudahnya uang sebesar Rp7,1 miliar dicairkan oleh pihak Bank BJB Cabang Karawang.
“Bagaimana mungkin uang sebesar itu bisa keluar sementara perusahaan sedang dalam kondisi sengketa? Siapa yang merekomendasikan pencairan dana sebesar itu? Karena tanpa rekomendasi yang sah, dana itu mustahil dicairkan,” cetusnya.
Ia menyebut, jika mengikuti prosedur, pencairan dana di masa lalu biasanya melibatkan persetujuan dari banyak pihak, termasuk bupati, DPRD, dan Dewan Pengawas (Dewas) perusahaan.
“Kalau uang bisa cair, pasti ada spesimen tanda tangan direksi dan dewas. Maka seluruh proses ini harus ditelusuri, termasuk kemungkinan adanya persetujuan dari pejabat eksekutif maupun legislatif,” tambahnya.
Askun pun mendesak Kejaksaan untuk tidak hanya fokus pada satu pihak. Ia meminta agar pejabat Bank BJB yang mengeluarkan dana tersebut juga diperiksa.
“Yang harus diperiksa bukan hanya GBR. Bupati saat itu, dewan, dewas, sampai pejabat bank yang mencairkan dana harus ikut dimintai keterangan. Tidak mungkin satu orang bisa memperkaya diri sendiri tanpa bantuan pihak lain,” ujarnya tajam.
Di akhir pernyataannya, Askun mendorong GBR untuk berbicara blak-blakan mengenai ke mana saja aliran dana mengalir.
“Kalau memang dia dituduh, ya bongkar sekalian. Jangan tanggung. Kas PD Petrogas kabarnya lebih dari Rp100 miliar, baru Rp7,1 miliar yang muncul ke permukaan. Pertanyaannya: uang itu dipakai siapa saja dan untuk apa?” tutupnya.
Kasus ini menjadi perhatian luas, mengingat nilai kerugian yang cukup besar dan potensi keterlibatan banyak pihak dalam dugaan praktik korupsi berjamaah di tubuh BUMD Karawang tersebut. (Red)